Jayapura — Suasana belajar di SMA Negeri 1 Sentani siang itu terasa berbeda. Di bawah terik matahari, para siswa tampak antusias menirukan pengucapan kata-kata dalam Bahasa Sentani yang diajarkan dengan penuh semangat oleh guru mereka. Di antara mereka, hadir rombongan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke, yang tengah melakukan studi banding untuk mempelajari penerapan Bahasa Sentani sebagai muatan lokal di Kabupaten Jayapura.
Kunjungan ini menjadi bagian dari persiapan Merauke dalam melaksanakan kurikulum berbasis bahasa daerah yang direncanakan dimulai pada tahun 2026. Sebelumnya, para guru dari Merauke telah mengikuti bimbingan teknis di Balai Bahasa Provinsi Papua untuk memperkuat pemahaman tentang pelestarian bahasa daerah.
Menurut Antonius Maturbongs, Widyabasa Ahli Madya Balai Bahasa Provinsi Papua, kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Balai Bahasa dan Dinas Pendidikan Merauke. “Kami ingin agar setiap daerah di Papua memiliki komitmen nyata dalam menjaga bahasa ibu melalui pendidikan formal,” ujarnya.
SMA Negeri 1 Sentani dan SMP Negeri 6 Sentani kini menjadi contoh sukses penerapan bahasa daerah dalam sistem pendidikan formal. Di ruang kelas, siswa dari berbagai latar belakang—Sentani, Biak, Toraja, hingga Batak—belajar bersama memahami struktur Bahasa Sentani dengan semangat yang sama.
Guru Bahasa Sentani, Samuel Suebu, menjelaskan bahwa pembelajaran bahasa ibu bukan hanya memperkenalkan kosakata, tetapi juga menanamkan kebanggaan terhadap identitas lokal. “Dulu hanya sedikit siswa yang bisa Bahasa Sentani, tapi sekarang banyak yang sudah lancar berbicara dan memahami maknanya. Itu kemajuan besar,” katanya.
Langkah Merauke belajar ke Jayapura menjadi cermin nyata bagaimana Papua terus bergerak menjaga warisan bahasa dan budaya. Bahasa daerah kini bukan sekadar simbol, melainkan bagian penting dari dunia pendidikan yang menumbuhkan rasa cinta terhadap akar dan jati diri.
