Papua – Di daerah-daerah terpencil Papua, di mana medan dan infrastruktur sering menjadi tantangan besar, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) membawa secercah harapan. Melalui komitmen Badan Gizi Nasional (BGN), dukungan tokoh masyarakat, dan manfaat nyata untuk siswa serta ibu hamil, MBG berupaya menjamin bahwa generasi muda di Papua tidak tertinggal dalam akses gizi.
BGN telah menetapkan Papua sebagai wilayah prioritas dalam pelaksanaan MBG, terutama di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Terpencil). Dalam kunjungan kerjanya ke Nabire, Provinsi Papua Tengah, Kepala BGN Dadan Hindayana, menegaskan perlunya percepatan pembukaan dapur MBG di wilayah-wilayah ini.
Hingga Agustus 2025, tercatat sebanyak 101 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi di seluruh wilayah Papua dari target 414 unit yang harus dibangun. Artinya, baru sekitar 25 persen dari jumlah itu yang benar-benar berfungsi.
“Di Papua sudah ada sebanyak 101 dari 414 SPPG yang harus ada. Jadi, sudah sekitar 25 persen. Namun, belum menjangkau daerah-daerah yang terpencil,” ujar Kepala BGN Dadan Hindayana.
BGN mengakui masih ada banyak daerah di Papua yang belum mendapatkan MBG karena kurangnya mitra pelaksana dan infrastruktur yang terbatas. “Jarang ada mitra mau masuk di Papua,” ungkap Dadan Hindayana saat menyampaikan tantangan pelaksanaan MBG di tanah Papua.
Tidak hanya membangun infrastruktur dan layanan, BGN juga mengupayakan pendekatan persuasif dan dialog terbuka dengan tokoh adat, agama, dan pemuka masyarakat setempat. Keberadaan dialog ini penting agar program MBG diterima dengan baik, sesuai nilai budaya dan lokalitas.
Dalam dialog dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan di Papua Tengah, Dadan menekankan bahwa menu MBG harus mengacu pada pangan lokal agar keberlanjutan menjadi mungkin. “Kami ingin membuat menu yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal selain itu kami juga ingin supaya melalui program ini adanya peternak, petani dan nelayan lokal bisa berkembang,” katanya.
Aspek sensitivitas budaya juga diperhatikan: bahan makanan lokal dan menu khas daerah diambil sebagai salah satu cara agar anak-anak mau mengonsumsi makanan tersebut dan masyarakat merasa program ini milik mereka sendiri.