Jayapura- Bukan sekadar merespons, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Barisan Merah Putih Republik Indonesia itu menekankan pentingnya meluruskan sejarah yang menurutnya kerap dipelintir.
Hal ini ia sampaikan menyusul beredarnya selebaran Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menyebut Perjanjian New York cacat hukum. Menanggapi klaim tersebut, Ohee menegaskan bahwa perjanjian bersejarah yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962 adalah dokumen sah, memiliki kekuatan hukum, dan diakui seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Menurutnya, kesepakatan tersebut bukan keputusan sepihak, melainkan hasil perundingan panjang antara Indonesia dan Belanda yang kemudian difasilitasi PBB. Puncak dari perundingan itu menghasilkan keputusan penyerahan Papua secara bertahap kepada Indonesia di bawah pengawasan internasional.
“Perjanjian itu diteken pada 15 Agustus 1962, dan paling lambat 1 Mei 1963 PBB menyerahkan Papua sepenuhnya kepada Indonesia. Sejak saat itu, Indonesia sah berdaulat di Tanah Papua,” jelasnya Kamis (14/8/2025).
Ohee menilai narasi KNPB hanyalah isu provokatif dan hoaks yang berpotensi menyesatkan masyarakat. Ia mengingatkan bahwa sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, wilayah Indonesia telah mencakup seluruh bekas jajahan Hindia Belanda, dari Sabang hingga Merauke.
Menurutnya, pemutarbalikan sejarah justru berbahaya bagi generasi muda karena dapat menimbulkan ilusi tentang kemerdekaan Papua yang tidak pernah diakui dunia internasional.
“KNPB tidak memahami sejarah dengan benar. Akibatnya, generasi muda bisa salah paham dan percaya bahwa Papua akan merdeka. Padahal, seluruh dunia melalui PBB sudah menegaskan Papua bagian sah dari NKRI,” tegasnya.
Sebagai tokoh senior, Ohee mengajak pemuda Papua untuk tidak terjebak dalam narasi separatis yang menyesatkan dan berpotensi memecah persatuan.
