02/09/2025
Uncategorized

Andi Imannuel Rumbrar, Guru dari Biak yang Menyalakan Lentera Ilmu di Pedalaman Puncak, Papua Tengah

Puncak, Papua Tengah — Di balik sunyinya hutan dan terjalnya pegunungan Papua, berdiri seorang pria sederhana dengan semangat luar biasa untuk menerangi masa depan anak-anak dari pelosok negeri. Namanya Andi Imannuel Rumbrar, guru asal Biak Numfor yang telah mendedikasikan hidupnya selama tujuh tahun untuk mengabdi di tengah masyarakat adat Suku Wano, di salah satu wilayah paling terpencil di Kabupaten Puncak, Papua Tengah.

Perjalanan Andi menuju tempat pengabdiannya bukan sekadar jauh, tetapi juga menguji tekad dan keberanian. Dari kampung halamannya di Biak, ia harus terbang ke Jayapura, lalu melanjutkan penerbangan kecil selama dua setengah jam menuju daerah pedalaman. Setibanya di sana, tantangan belum usai. Ia harus mendarat di lapangan terbang darurat sepanjang 400 meter yang hanya beralas batu, tanpa fasilitas modern dan dikelilingi tebing-tebing tinggi yang nyaris tak bersahabat.

Namun justru di sanalah, di tempat yang sepi dari hiruk pikuk dunia luar, Andi memilih untuk membangun dunia baru—dunia pendidikan bagi anak-anak yang sebelumnya tak mengenal huruf, angka, bahkan bahasa Indonesia.

“Ketika pertama kali saya datang, anak-anak tidak mengerti satu kata pun dalam bahasa Indonesia. Mereka menatap saya seperti melihat makhluk asing. Tapi saya tahu, di balik tatapan itu ada potensi besar,” cerita Andi dengan mata berbinar.

Dengan penuh ketekunan, Andi mulai mengajar dari dasar. Ia mengajarkan menyapa, menyusun huruf, berhitung, dan memperkenalkan peta Indonesia. Perlahan tapi pasti, anak-anak mulai merespons. Sekarang, mereka bukan hanya bisa berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi juga mulai memahami dunia luar yang selama ini terasa begitu jauh.

Tak hanya berperan sebagai guru, Andi juga menjadi bagian dari komunitas. Ia membaur dengan masyarakat, belajar berburu bersama para pria dewasa, menanam bersama ibu-ibu kampung, dan mencatat satu per satu kosakata bahasa Wano dalam buku catatannya. Baginya, pendidikan bukan hanya tentang materi pelajaran, tapi juga tentang membangun kepercayaan dan hubungan antarbudaya.

“Saya belajar dari mereka sebagaimana mereka belajar dari saya. Di sinilah arti sebenarnya dari saling mengajar dan saling membentuk,” ujar Andi.

Selama tujuh tahun itu pula, Andi hidup tanpa listrik permanen, tanpa sinyal telepon, dan dengan logistik yang datang hanya sekali-sekali melalui pesawat perintis. Namun semua keterbatasan itu tidak menghalanginya untuk terus berkarya. Ia percaya bahwa pendidikan yang sungguh-sungguh bisa menjadi jembatan harapan bagi anak-anak Papua.

Kini, anak-anak Suku Wano tak hanya mengenal huruf dan angka, tetapi juga punya cita-cita. Ada yang ingin jadi pilot, perawat, dan ada pula yang bermimpi menjadi guru seperti Andi.

Cerita Andi Rumbrar bukan hanya tentang seorang guru di pedalaman. Ia adalah potret dari semangat pengabdian, kesabaran, dan keyakinan bahwa setiap anak Indonesia berhak atas pendidikan yang layak, di mana pun mereka dilahirkan.

Related posts

Hundreds of Papuan Children are Enthusiastic to Participate in the Selection of Papua Football Academy 2025 in Merauke

Jubir News

Revote, While Awaiting KPU’s Official Results

Jubir News

Paniai Tribal Leader Calls for Peaceful and Secure 2024 Local Elections

Jubir News