PAPUA – Isu mengenai Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali mencuat setelah Maikel Karet, seorang tokoh masyarakat Papua yang dikenal vokal dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, menyatakan kesiapannya untuk mengungkap keburukan kelompok separatis tersebut kepada media internasional. Inisiatif tersebut dianggap penting untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai dampak negatif OPM terhadap masyarakat Papua.
Dalam wawancara eksklusif, Karet menjelaskan bahwa ia telah mengumpulkan berbagai bukti dan kesaksian dari warga Papua yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh OPM. Ia menegaskan bahwa kelompok separatis itu sering kali menggunakan taktik intimidasi, propaganda, dan kekerasan untuk membentuk opini publik, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
“Saya tidak akan diam menyaksikan OPM terus menerus menjalankan kekerasan sambil mengklaim diri mereka sebagai pejuang kemerdekaan. Faktanya, mereka telah menindas rakyat Papua, merusak infrastruktur, dan menghalangi pembangunan yang krusial untuk kesejahteraan masyarakat,” ungkap Maikel Karet, Jumat (07/03/2025).
Pernyataan Karet memberikan perspektif baru mengenai peran OPM yang, menurutnya, lebih banyak menebar ketakutan di kalangan masyarakat. Selama bertahun-tahun, banyak warga Papua merasa terancam untuk berbicara akibat tekanan dari OPM. Namun, langkah Karet untuk mengangkat isu ini ke tingkat internasional diharapkan bisa mengubah narasi yang selama ini berkembang.
“Dunia sudah terlalu lama mendengar satu sisi cerita. Kini saatnya kebenaran terungkap. OPM bukanlah pejuang sejati, melainkan pihak yang bertanggung jawab atas banyak derita yang dialami warga Papua,” tambahnya.
Tanggapan OPM pun tidak terhindarkan. Juru bicara OPM, Sebby Sambom, merilis pernyataan yang mencerminkan kekhawatiran mereka, menuding Karet sebagai alat propaganda pemerintah. Namun, reaksi defensif ini justru memunculkan tanda tanya, mengapa OPM merasa terancam jika klaim mereka benar?
Langkah Maikel Karet menciptakan peluang bagi masyarakat internasional untuk melihat realitas yang ada di Papua. Jika sebelumnya OPM berhasil membangun citra sebagai pembela rakyat, kini fakta dan kesaksian masyarakat bisa mencerahkan pandangan tersebut.
“Saya berkomitmen untuk membawa suara rakyat Papua ke panggung dunia. Mereka berhak tahu siapa sebenarnya OPM dan bagaimana tindakan mereka telah menyebabkan penderitaan bagi masyarakat,” tegas Karet.
Inisiatif ini diprediksi dapat meningkatkan tekanan terhadap OPM, yang selama ini bersembunyi di balik narasi dan propaganda sepihak. Dengan semakin banyak tokoh Papua yang berani angkat bicara, harapan untuk masa depan Papua yang damai dan bebas dari ancaman separatis tampak semakin mungkin tercapai. (Red1922)
