Papua – Pada tanggal 8 Januari 1996, tragedi penyanderaan menimpa 26 anggota tim Ekspedisi Lorentz ’95 di Mapenduma, Kecamatan Tiom, Kabupaten Jayawijaya. Kelompok Kelly Kwalik dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) menjadi dalang di balik peristiwa yang juga dikenal sebagai Krisis Sandera Mapenduma.
Peristiwa itu berawal ketika para anggota ekspedisi berkumpul di rumah kayu milik Pendeta Adriaan van der Bijl, seorang pendeta Belanda yang telah lama menetap di daerah tersebut. Saat itu, rumah tersebut ditinggalkan oleh pemiliknya yang sedang melakukan kegiatan misionaris bersama istrinya di daerah sekitar.
Kelompok bersenjata, diperkirakan sebagai anggota suku setempat, tiba-tiba muncul di tempat itu. Dalam serangan tersebut, para peneliti diserang, disandera, dan dibawa ke hutan oleh kelompok tersebut.
Dua anggota tim tewas akibat insiden penyanderaan tersebut. Sejak kejadian itu, keberadaan Tim Lorentz menjadi tak diketahui.
Mission Aviation Fellowship cabang Wamena pada tanggal 8 Januari 1996 melaporkan kejadian penyanderaan tersebut kepada Komando Distrik Militer Jayawijaya di Irian Jaya. Mereka menyebut bahwa sejumlah peneliti dari Tim Ekspedisi Lorentz ’95 disandera oleh kelompok Kelly Kwalik dari OPM di Mapenduma, kecamatan Tiom, Jayawijaya.
Upaya pembebasan sandera segera diinisiasi oleh pihak berwenang, seperti Makodam Jayapura dan Brimob Jayapura.
Informasi terbaru pada 26 Februari 1996 mengindikasikan bahwa para sandera diduga berada di sebuah gua yang disebut sebagai “gua kelelawar”. Lokasinya dilaporkan berada di ketinggian tujuh meter dan hanya dapat diakses melalui sebuah titian anak tangga.
Beberapa hari kemudian, Kogoya dan Kwalik, pemimpin kelompok OPM, mengeluarkan pernyataan yang menegaskan bahwa mereka tidak akan melepaskan para sandera kecuali jika pemerintah mengakui kemerdekaan Republik Papua Barat.
Kejadian yang dikenal sebagai Krisis Sandera Mapenduma ini pun menyisakan duka dan kontroversi hingga saat ini, menciptakan luka yang mendalam di hati masyarakat. Peristiwa ini menjadi salah satu tragedi yang menggambarkan serangkaian kekejaman yang dilakukan oleh kelompok separatis Papua terhadap masyarakat sipil dari waktu ke waktu, termasuk warga asli Papua. Tindakan penyanderaan yang menyebabkan kehilangan nyawa dan merenggut kebebasan tim peneliti Ekspedisi Lorentz ’95 menjadi sorotan tajam dalam sejarah konflik di Papua.
Dalam konteks ini, banyak pihak merasa terpanggil untuk mengevaluasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan radikal dan kekerasan yang dilakukan oleh OPM. Penculikan dan penyanderaan terhadap para peneliti, yang seharusnya berkontribusi positif bagi pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat, menunjukkan bahwa kelompok separatis tidak segan-segan menggunakan taktik kekerasan untuk menyuarakan aspirasi politik mereka.