JubirNews – Salah satu putra asli Papua, Paskalis Kaipman berhasil menyelesaikan kuliah S2 di Amerika. Paskalis Kaipman merupakan salah satu anak dari seorang petani di salah satu kabupaten yang berada di Papua, Boven Digoel.
Pria yang kini berusia 31 tahun tersebut sudah lebih dari 10 tahun tak berada di rumah demi menyelesaikan tugas kuliahnya itu. Bahkan, setelah pulang ke rumah Paskalis Kaipman tak mengenal ibunya sendiri.
Paskalis merupakan anak pertama dari 5 bersaudara yang dibesarkan oleh keluarga sederhana. Ayah Paskalis sudah meninggal sejak tahun 2016 silam. Kala itu, Paskalis masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama atau SMP.
Bersama adik-adiknya, Paskalis membantu ibunya bekerja dari pagi hingga malam hanya untuk sekali makan. Menurut Paskalis, sang ibu cacat sehingga tak bisa bekerja terlalu keras.
“Mama juga kebetulan dia cacat, tidak bisa kerja yang keras-keras untuk menghasilkan uang,” ujarnya.
Sempat berhenti sekolah karena menjadi tulang punggung keluarga, adik Paskalis memberikan semangat agar tak putus sekolah. Menurut adiknya, Paskalis pasti bisa melalui ujian yang diberikan kepada Tuhan.
Paskalis kemudian mulai bercerita kisahnya yang mengharukan tersebut dari kelas 1 Sekolah Dasar. Di sekolahnya tersebut, hanya ada satu guru yang merangkap sebagai Kepala Sekolah.
“Bisa kadang masuk dari Senin sampai Rabu. Kamis, Jumat nggak. Jadi kami tahu, kalau dikasih informasi ya. Kami punya waktu misalnya dua hari untuk full day bantu orang tua,” lanjut Paskalis.
Berhasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar, Paskalis kemudian melanjutkan pendidikannya di tingkat Sekolah Menengah Pertama atau SMP.
Distrik Minditanah dipilih oleh Paskalis sebagai tempat melanjutkan pendidikannya di jenjang Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK.
“Nggak ada komunikasi lagi sama ibu, karena mereka tinggal di kampung yang jauh kan, di kamp pengungsian. Jauh sekali, pas di perbatasan, jadi susah komunikasi,” jelas Paskalis.
Beruntung Paskalis ketemu orang yang menganggap dirinya sebagai adiknya sendiri. Kakak angkat Paskalis membantu Paskalis membiayai sekolah dan kebutuhannya sehari-hari.
Karena hanya 3 bulan saja kakak angkat Paskalis membantu membiayai sekolah, hingga lulus beban biaya pendidikan harus diemban sendiri oleh Paskalis.
Tak kehilangan akal, Paskalis membantu orang yang bekerja sebagai pengangkat batu dan pasir di sebuah sungai untuk mendapat biaya sekolah.
“Kita sekolah cuma setengah hari, dari jam 8 sampai jam 1. Jadi, biasa sore hari itu saya angkat pasir, angkat batu pasir di salah satu sungai, untuk cari uang. Simpan untuk bayar setiap SPP. Kalau makan, biasa saya makan setiap hari dengan kakak asuh, di mana saya tinggal,” ceritanya.
Setelah tamat SMK, Paskalis mengajar sebagai guru Bahasa Inggris murid kelas 3 hingga kelas 6 di Kabupaten Boven Digoel selama 1,5 tahun. Ia kemudian ingin melanjutkan kuliah. Namun keinginanya tak dizinkan oleh orangtua.
Tahun 2011 ia pun memutuskan untuk merantau di Merauke dan melanjutkan kuliah di Universitas Musamus Merauke jurusan Bahasa Inggris.
Ia mendapatkan beasiswa Bidikmisi untuk mahasiswa yang tidak mampu tapi memiliki potensi di bidang akademik. Menurut Paskalis, ia memilih jurusan Bahasa Inggris karena belum banyak guru Bahasa Inggris di Boven Digoel dan Papua Selatan.
Hingga pada akhirnya di tahun 2016, Paskalis berhasil lulus kuliah dan langsung bekerja di salah satu LSM.
Tak cukup dengan pendidikan S1, Paskalis mulai berupaya untuk melanjutkan kuliah ke S2. Sambil mencari kampus, Paskalis bekerja di perusahaan Agri Spice Indonesia di Sentani.
Setelah enam bulan lamanya, Pasklais mendaftar beasiswa LPDP atau Lembaga Pengelola Dana Pendidikan di bawah Kementerian Keuangan Indonesia. Salah satu pilihannya pada waktu itu adalah beasiswa Indonesia timur, yang ditujukan salah satunya bagi penduduk asli provinsi Papua.
“Puji Tuhan, saya lulus,” kata Paskalis.
Sekitar setahun ia mempersiapkan semuanya. Ia pun berangkat ke Amerika Serikat pada Agustus 2019. Kini, Paskalis tengah menjalani program S2 jurusan kebijakan pendidikan dan kepemimpinan, di American University di Washington, D.C.