TIMIKA,Jubirnews.com – Tokoh Intelektual Suku Kamoro Dr. Leonardus Tumuka, Kamis (2/7) menyayangkan seleksi calon anggota DPRP yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan periode 2019-2024 yang mana dalam daftar calon tetap keanggotaan tidak ada perwakilan dari suku Kamoro.
“Sebetulnya sangat disayangkan yah untuk perwakilan 14 kursi, kemudian keterwakilan wilayah adat hanya satu dan hampir tidak ada sama sekali, itupun dari suku Amungme,” kata Leonardus Tumuka.
Ia menjelaskan, setiap kali adanya seleksi tidak ada keterwakilan orang Kamoro didalam pencalonan tersebut, dan belum diketahui apa penyebabnya sampai-sampai tidak ada perwakilan untuk DPRD tingkat Kabupaten dan DPRP pengangkatan 14 kursi dan kemungkinan jatah untuk Mimika sudah diambil oleh kabupaten lain yang masuk wilayah adat Mee-Pago.
“Kamoro ini dari dulu begini, entah mungkin karena tidak begitu tertarik ke politik atau tidak begitu punya pergerakan untuk bisa punya akses informasi dan sebagainya dan pada akhirnya kembali ketidakterwakil lagi didalam DPR Provinsi, DPRD Kabupaten juga begitu,” jelasnya.
Melihat realita dari segi kultur budaya sangat berbeda, namun yang terjadi bisa saja karena ada kepentingan politik dari oknum-oknum tertentu tanpa melibatkan tokoh-tokoh Kamoro yang tanpa koordinasi memasukkan Kabupaten Mimika kedalam wilayah adat Mee-Pago.
“Ini artinya ada yang keliru dalam proses politik ini, sebetulnya kita tidak cocok masuk didalam wilayah Mee-Pago, kita cocok masuk di wilayah merauke (Anim-Ha) atau Fak-fak dan Kaimana dan itu lebih cocok, tapi kalau dimasukkan ke Mee-pago itu kita banyak dirugikan karena karakter kultur kita berbeda sekali. Saudara-saudara kita yang Amungme bisa dimasukkan ke Mee-Pago tapi secara umum wilayah Mimika tidak cocok masuk Mee-Pago, apalagi proses pembentukan konteks wilayah adat itu Timika masuk ke Mee-Pago itu kita tidak banyak terlibat, dan saya tidak yakin ada masyarakat Kamoro yang terlibat didalam penentuan itu, tapi kemudian telah diputuskan,” ungkapnya.
Lanjutnya, penentuan Kabupaten Mimika untuk masuk ke wilayah adat Mee-Pago tentunya bisa dirubah, dan mengembalikan Mimika kepada wilayah adat yang sesuai dengan rumpun dan kultur budayanya, sehingga hak-hak masyarakat Kamoro bisa diakomodir.
“Penentuan itu bisa dirubah proses itu, supaya hak-hak masyarakat adat di wilayah pesisir bisa terakomodir dan kalau tidak akan tetap seperti ini dan tentu sangat disayangkan yah,” katanya.
Ia menambahkan, kedepan tidak ada kata terlambat bagi masyarakat Kamoro, sudah saatnya tokoh-tokoh Kamoro harus merapatkan barisan serta membangun komunikasi yang baik, menggali informasi sebanyak-banyaknya sehingga tidak ketinggalan dengan suku lain, dan hak-hak politik masyarakat Kamoro bisa diakomodir tidak hanya dalam keterwakilan pengangkatan 14 kursi.
“Jadi kedepan perlu dibangun komunikasi sedini mungkin di tingkat bawah, lembaga adat tokoh masyarakat itu perlu merapatkan barisan untuk memastikan bahwa hak-hak politiknya bisa diakomodir baik didaerah maupun provinsi,” tambahnya.
Ia juga berpesan kepada pemerintah dan lembaga adat agar bisa membangun komunikasi, mendorong anak-anak Amungme dan Kamoro untuk bisa melihat peluang yang ada.
“Masyarakat Amungme dan Kamoro perlu didorong terutama Kamoro yah baik lembaga adat dan tokoh masyarakat untuk persatukan mereka dan mulai melakukan proses komunikasi sejak sekarang supaya ketika waktunya tiba tinggal didorong saja, dan kita selalu terlambat,” pesannya.
(JN)